Parenting 3: Melatih anak mandiri

 Melatih Anak Mandiri
 oleh Ibu Septi Peni Wulandari dalam kuliah online Ibu Profesional
 

Apakah ibu masih nyuapin anak yang lebih dari satu  tahun?
Apakah ibu lebih memilih toilet training atau mendingan beli pampers?

(jleb deh saya >_<)


Banyak anak tidak diatih mandiri karena banyak faktor belajar yang menumpuk numpuk.
misal : Anak ga diminta bantuin ibu, karena ibu mikir anaknya udah sibuk belajar, akhirnya ibu jadi kurang melatih kemandirian anak. (ini aku banget pas kecil dan remaja.. itulah kenapa aku harus berlatih lebih keras untuk bisa mandiri dibanding saudaraku yang lain. Sampai sekarang aja masih sering kebawa sifat malasnya... Dan itu sebenarnya merupakan dampak dari pola asuh orang tua dulu )


Akibat tidak dilatih mandiri : anak jadi takut, ga berani mencoba, ga mandiri, gelendotan ke ibunya terus ==>kalau anak terus ditolong setiap hari dia jadi bergantung ke orang lain (karena dibantu terus). Dan anak yang baligh secara fisik belum tentu baligh secara mental.

Ibu yang tak mandiri tidak akan bisa melatih anak mandiri.. 
 Makanya ibu harus bertanya ke diri sendiri.. apakah aku termasuk ibu mandiri?

(omg! Ayo semangat berubah... >_<)


Coba instrospeksi... Bagaimana sosok ibu di mata anak?
  • apakah mudh digoyahkan prinsipnya? (misalnya aturan bagi anak untuk mengembalikan barang ke tempatnya... tapi ternyata si Ibu suka ga komitmen dengan aturan tersebut, sehingga yang terpikir pada anak adalah  "ah ibuku ini gampang di boongin, gampang digoyahkan" Akhirnya besok ga diberesin deh. 
  • Jangan terlalu baik hati jadi ibu... dikit-dikit  anak dibantuin... Ga sabar liat anak pasang sepatu sendiri dan kancing baju sendiri... Ingat, kalau dibiasakan seperti itu terus, nanti pas gede kita sendiri lho yang repot, karena nanti ga ada yang bantuin kita.

Lalu, apa saja penyakit orang tua yang harus dihindari atau diobati?
  • Memanjakan anak : memberikan apa yang tidak dibutuhkan anak dan melakukan berbagai hal buat anak yang sebenarnya bisa ia lakukan sendiri. 
  • tidak konsisten : mengikuti semua kemauan anak,aturan sangat longggar, tidak ada punishment ketika melakukan kesalahan. Dalam hal ini, orang tua harusnya bisa membedakan antara marah dan tegas karena yang dibutuhkan adalah ketegasan. Cirinya adalah short and simpel. Misal, "mainan  yang ga diberesin, akan ibu buang". Jadi, meski sebagus apapun itu kalau anak ga mau beresin, buang ya buang. 
  • rasa unsecure (takut kehilangan anak) apalagi anak tunggal. 
  • merasa bersalah (setiap hari kerja terus dan tidak punya waktu anak). Jadinya ketika anak minta ini dan itu ya dikasih aja untuk menebus rasa bersalah. 
  • pengalaman masa kecil (balas dendam masa kecil). Mungkin dulu ngerasa hidupnya susah jadinya ketika punya anak, ingin anak merasakan kehidupan yang lebih baik (dengan cara yang salah)
  • tidak mau ribut dengan anak


Lalu apa yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut?
  • belajar konsisten (ibu bapak dan tim keluarga harus dilatih konsisten, jangan cepet luluh... jalani aturan dalam kondisi apapun) 
  • motivasi (supaya anak bisa belajar hidup sendiri... supaya ketika nanti anak siap menghadapi dunianya...  motivasinya adalah untuk kepentingannya kelak, bukan demi membantu ibu. Karena membantu ibu kadang tidak menjadi motivasi untuk anak) 
  • teladan: Ibunya dulu yang harus benar! ibu yang lemah akan menghasilkan anak yang lemah. Ibu yang tidak mandiri, anak akan jadi tidak mandiri.
(Hayo belajar nyupir, naik motor! jangan manjaa! Ada dan tanpa ada suami, kita harus belajar untuk bisa melakukannya sendiri)
Bagaimana cara mendukung kemandirian anak? 

1. Rumah didesign untuk anak   
Misalnya, jangan cari hiasan yang gampang pecah.. jadinya ntar kita teriak-teriak kalau anak mau megang... Anak jadi tidak leluasa bergerak dan mengeksplorasi. Peralatan mandi yang dapat dijangkau. Misalnya sikat gigi, odol, jangan ditaruh ketinggian. Kalau ketinggian anak anak ga bisa ngambil sendiri. Dispenser juga begitu, supaya anak bisa ambil minum sendiri.Anak 4 tahun sebenarnya bisa diajarin bikin sarapan simpel sendiri lho. Bikin telor ceplok sendiri (nanti ibunya bisa jadi ratu kalau begini mah... hehe. Tapi bu Septi sendiri anaknya udah jago bikin sarapan sendiri meski masih kecil... *applause)

2. Membuat aturan bersama anak
Kalau sudah ada kesepakatan, tidak ada excuse. Disinilah dibutuhkan orang tua yang konsisten dan komitmen.

3. Konsisten melakukan aturan

4. Anak diberitahu resiko
Misalnya ketika kita ngajarin anak masak...
"nak, caranya gini.. caranya taruh wajan, hidupin kompor. Hati-hati ya. Kalau kena api, ambil salap, salapnya ibu taruh disini"
Jadi kasih tahu resikonya apa. Kasih tahu bahwa,
"oke. Apa yang kita lakukan kalau terjadi hal begini dan begini". Ibu jangan teriak atau panik ketika anak melakukan kesalahan, karena anak bisa trauma dan tidak mau menjalankannya lagi. 

5. Anak diberi tanggung jawab sesuai tingkatan umur dan kemampuan. 
Misalnya anak 3 tahun, beresin mainan. Anak 4 - 5 tahun melipat baju sndiri. Anak 6 tahun (buang sampah), dan seterusnya. Dikasih title menarik, jenderal toyo (tugasnya bersihin toilet), Panglima kebersihan rumah. Dan ingat, bapak juga harus dikasih tanggung jawab juga. Jangan cuma anak dan ibunya.. sehingga nanti anak bisa merasakan bahwa semua anggota keluarga adalah tim.

Dalam melatih kemandirian anak, kita juga harus katakan pada anak bahwa "nak, ga selamanya ibu nemenin kamu.Jadi, kamu harus melatih kemandirian diri kamu sendiri".

1 tahun ke ats, harusnya anak ga usah disuapin. Repotnya melatih anak makan itu hanya di 6 bulan pertama... Makan porsi kecil tapi sering. Sedikit sedikit tapi habis. 2-3 jam kemudian dikasih makan lagi.

Lalu, apa tolak ukur kemandirian?
- 0-12 bulan : masih dalam tahap sensomotorik, sangat tergantung orang lain.. itu wajar. Kalau lebih dari usia itu masih kita biarkan terus bergantung, berarti kita sudah mengikhlaskan anak kita tumbuh besar dalam keadaan "bayi".

- 1-3 th, diajak mengontrol diri sendiri. Latih toilet training. Ajak bicara jika butuh sesuatu. Mulai membereskan mainan, mengambil baju sendiri dll. Intinya mulai pembiasaan..
 
- 3-5 th, menunjukkan inisiatif yang besar untuk melakukan kegiatan berdasarkan keinginan sendiri, meniru perilaku dewasa (jadi kita ga boleh salah karena "copiannya" nanti juga ikut salah). Membereskan mainan (kita tata mainan perkotak. Ada kotak puzzle, boneka, dll. Jadi, jika mereka mau main, mainnya perkotak. Kalau mau main yang lain, kotak mainan sebelumnya harus diberesin dulu), membantu ibu menaruh piring kotor/baju kotor.

- Usia sekolah : kemampuan anak menunjukkan prestasi, mengatur waku, cara belajar, bergaul dengan teman. Anak bisa diajarkan untuk membuat teh sendiri dan  membuatkan untuk orang lain pakai gelas kaca... Kalau pecah kita ga boleh marah. Jadikan itu tantangan bagi anak. Saat ada tamu, beri kesempatan dia yang menyajikan teh. Kalau misalkan pecah, ajak dia yang membereskan sendiri dan jangan dimarahin.... Itu akan melatih kepercayaan diri dan kemandirian anak. Ajak anak ikut kegiatan ekskul yang melatih memandirian seperti pramuka. Mencuci baju sendiri (bisa seminggu sekali), bikin mainan sendiri.. (kayak kita jaman dulu, bikin mainan dari alam dan barang bekas. Kemudian minta dia share ke teman-temannya karena ilmu akan bermanfaat jika dibagikan kepada orang lain.)
 

Tahapan membuat anak mandiri
  • Awali dengan keterampilan mengurus diri sendiri (makan, menggosok gigi,dll) 
  • Beri waktu bermain bebas (tidak dipandu terus menerus, eksistensi dirinya akan dihargai) 
  • Membantu tugas rumah, menyiram tanaman, membuang sampah (Semua dikasih peran. jika semua dikasih peran  maka kita akan terlihat sebagai tim)
  • Biarkan mengurus waktu sendiri dalam urusan sekolah dan main (kita hanya memastikan kebutuhannya apa saja)
  • Diberi tanggung jawab dan dimintai pertanggungjawabannya
  • Kondisi badan yang fit dan kuat, imbangi dengan olahraga dan kegiatan alam terbuka. (anak yang tidak berolahraga, tidak bisa mandiri karena mungkin badannya tidak fit. Maka orang tua harus imbangkan antara olahraga otak dan fisik)
  • Ijinkan anak menenukan tujuannya sendiri
  • Ingat! kita tak akan selalu bersama mereka,maka jangan tinggalkan generasi yang lemah.


Apresiasi buku/papan bintang

Untuk melatih dan membiasakan kebiasaan baik pada anak (ataupun orang tua) bisa menggunakan buku apresiasi atau papan bintang. Bisa dilatih perminggu (tiga saja dulu). Nanti seminggu lagi bisa ditambah tiga. Tidak hanya anak tapi ortu juga diikutkan.
Belajar bersama akan terasa menyenangkan. Nanti bintang bisa ditukarkan dengan apa yang disuka.. misalnya 30 bintang=1 eskrim, 100 bintang =buku, 200 bintang = mainan.
 

Contoh pembiasaan positif : sepakati bersama anak, misalkan mengembalikan mainan pada tempatnya, mandi sndiri, makan sendiri dll.





Q/A

-apakah membuatkan anak jadwal belajar dan bermain itu bagus?
+Buat bersama-sama, anak yang memilih dan menentukan. Kita yang mengesahkan.
 

-buku bintang, kalau rewadnya uang gimana?"
+ kalau anak belum mengerti nilai uang dan belum mengerti cara mengelola uang, sebaiknya jangan. Kalau anak sudah cerdas finansial, maka uang itu bisa ia jadikan modal usaha untuk dirinya sendiri, jadi akan lebih bermanfaat.


-Anak gampang ikut-ikutan teman?
+"anak yang sudah paham iman dan akhlak sebelum usia 12 tahun, maka dia tidak akan mudah terbawa arus... maka kuatkan pondasinya dulu..."

- Anak suka lama jika disuruh?

+ Anak-anak itu kalau disuruh emang ga mau... munculkan kesadaran.. diajak berpikir. Misal"kamu mau peran apa agar rumah ini terlihat indah? " dsb. Kalau disuruh-suruh, anak ngerasa seperti budak.
 

 ============


Baca juga :
Parenting 2 : hey you, terrible twos 

Posting Komentar untuk "Parenting 3: Melatih anak mandiri"