Akhir Kisah di Stasiun Kereta

pexels.com

Seorang lelaki berjalan tergesa menuju stasiun kereta. Dia harus buru-buru sebelum kereta pergi meninggalkan dirinya yang sudah bersimbah peluh.

"Sial, kenapa motor butut itu harus mati mendadak? Mudah-mudahan aku tidak terlambat pagi ini," Ia pun berlalu tanpa peduli begitu banyak orang-orang yang pergi menuju tujuan yang sama dengannya. Dalam hati ia terus menggerutu namun akhirnya gerutuan itu ia simpan di hati karena kereta yang dinanti ternyata masih disana, menunggu dengan manisnya. 

Raditya namanya. Pemuda itu berusia 28 tahun. Ia mempercepat larinya supaya segera sampai ke tempat tujuannya. Pintu masuk kereta. 

Hufft.. Ternyata belum terlambat. Ia masuk ke dalam kereta yang mulai disesaki manusia. Lelaki itu mencari tempat yang sedikit nyaman (walaupun kira-kira kenyamanan seperti apa yang bisa diharapkan didalam kereta yang dijejali manusia?)

Ia berusaha mencari tempat di dekat pintu masuk, berharap kelak akan lebih mudah untuk keluar. Sayangnya ketika kereta berhenti dibeberapa stasiun, posisinya malah makin tergeser hingga ke tengah. Ia makin terhimpit dengan banyaknya manusia.

Pakaian yang baru tadi pagi ia setrika tampak lusuh. Keringat mulai membasahi tubuhnya. Menimbulkan bau khas yang menutupi parfumnya. Rambut yang ia sisir entah sudah seperti apa bentuknya.

Begitulah aktivitas yang hampir ia alami setiap hari. Berhimpitan dengan banyak manusia yang ingin mencari nafkah. Pergi sedari pagi. Pulangpun ketika sudah senja hari. Sampai kontrakan rasanya hanya ingin berbaring tanpa melakukan apa-apa. 

"Yah namanya juga buruh perusahaan. Dinikmati saja. Yang penting masih bisa kerja toh," ujar Pak Reza. Ia adalah senior di  kantor. Mereka acap kali bercakap-cakap di sela-sela waktu istirahat. Seperti siang itu, ketika mereka berbincang tentang beratnya menjadi seorang buruh. 

"Iya. Apalagi kamu mau nabung buat nikah, kan? Banyak-banyak sabar aja deh, Dit. Mau pindah kerja pun juga gak mudah sekarang," ujar Heru, teman kerjanya.

Radit terdiam. Nabung untuk nikah? Uang gajinya saja selama ini hanya habis untuk kontrakan dan cicilan motor. Belum lagi ditambah biaya hidup selama di kota besar. Radit hanya mampu menabung uang tak seberapa. Ah, kapan aku menikah kalau begini terus ceritanya. 

Tiba-tiba terbersit bayangan seorang gadis di benak Radit. Maya, perempuan manis yang ia kenal sejak tiga tahun lalu. Entah sudah berapa kali muncul keinginan Radit untuk melamarnya. Namun, Maya hanya berucap,

"Emang, dana buat nikahnya udah ada, Mas? Mending nabung dulu aja. Kita masih muda, Mas. Nikah gak usah buru-buru," ujar Maya beberapa bulan lalu.

Ah, Maya. Sudah beberapa minggu ini dia tampak begitu sibuk. Ia pun hanya bisa menyapa lewat aplikasi pesan. Susah sekali ia diajak bertemu.

"Aku lagi ikut pelatihan di luar kota, Mas. Kayaknya beberapa waktu kedepan gak bisa ketemu," ujarnya setiap kali ditanya kenapa tampak menghilang selama ini.

Radit menarik napas panjang. Ia lalu tersadar bahwa ia masih berada di kereta. Kereta terus melaju. Sebuah spanduk besar terpasang di sebuah gedung besar yang ia lewati. "Tingkatkan Produktivitas dengan Transformasi Digital Menuju Indonesia 2024,".

Ah istilah apalagi itu? Radit tampak tak begitu peduli dengan spanduk besar tersebut. Pikirannya terus melayang membayangkan masa depan seperti apa yang akan ia hadapi. 

Kereta kembali berhenti. Entah sudah berapa stasiun ia lalui. Radit menatap ke jendela. Menatap orang-orang yang keluar menuju tujuannya. 

Mata Radit tertegun. Ia melihat sosok itu sedang berdiri tampak menunggu. Wajahnya kemudian tersenyum sangat manis kepada seseorang yang ia temui. Entah siapa. Radit tak mengenalinya. 

Radit menelan ludah. Getir. Ia melihat perempuan itu berlalu. Bersama seorang lelaki yang baru saja ia temui. Lelaki yang barangkali satu kereta dengannya sedari tadi. Entahlah. Lelaki itu memegang pundak perempuan itu dan mereka tampak bicara mesra. Lelaki itu memang terlihat tampan. 

Radit menatap dari kejauhan. Suara kereta mulai melaju. Radit hanya berdiri mematung. Ia ambil ponselnya dan mengetik sebuah pesan.
Maya, lelaki itu siapa? 

2 komentar untuk "Akhir Kisah di Stasiun Kereta"

  1. Comment Author Avatar
    bagus kali kaka, tapi endingnya buat penasar kelanjutanya gimana.
  2. Comment Author Avatar
    Waduuuuh. Sakit banget. Kudu dilanjutin nih ceritanya. Seru banget, Kak.

Silahkan sampaikan pendapatmu. Mari kita berdiskusi :)