Ibu Multiperan tanpa Harus Baperan

pexels.com


Ibu merupakan madrasah utama bagi anak-anak di rumah. Ketika kita bicara tentang ibu, maka sebenarnya kita bicara tentang masa depan sebuah peradaban. Sebut saja nama-nama ulama terdahulu, kisah Ibunda Anas bin Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Bukhari dan masih banyak lagi. Kisah mereka tak terlepas dari peran dan ridho Ibunda yang juga mengagumkan. 

Sayangnya saat ini ketika kita bicara tentang ibu, yang terbayang justru sosok perempuan yang mengalami keruwetan dalam mengurus anak dan rumah tangga. Ibu kadang dituntut untuk multitasking dalam menghadapi segala macam rutinitas. Akibatnya ia malah lupa untuk fokus pada peran utamanya, yaitu mendidik generasi gemilang seperti generasi para ulama. 

Ibu-ibu saat ini justru terpaku pada hal-hal remeh, bahkan sampai ada "peperangan" antara ibu. Asi vs sufor, normal vs sesar, irt vs ibu bekerja dll. Seakan kompetisi dunia antara perempuan menjadi tak habis-habis. Bukannya saling mendukung, para perempuan kadang sering menjatuhkan dan menghakimi perempuan lainnya. Ibu-ibu pun jadi mudah baper, merasa rendah diri dan tidak bahagia dengan hidupnya sendiri. 

Pada dasarnya, ketika perempuan memiliki seorang anak, maka perannya pun ikut bertambah. Dengan bertambahnya peran itu, justru sebenarnya bertambah pula ladang amal yang disiapkan Allah untuknya. 

Bahkan ketika seorang ibu berlelah-lelah dalam mengurus rumah tangga, maka itu pun bisa menjadi penghapus dosa baginya. Seperti ucapan ulama kita, Ibnul Qayyim, “Ada dosa-dosa wanita yang tidak bisa dihapuskan kecuali ia berlelah-lelah merawat anak-anak dan rumahnya.”

Sayangnya, saya beberapa kali membaca kisah atau merasakan sendiri bahwa terkadang seorang ibu lebih sering mengeluh atau merasa kurang bahagia. Peran menjadi ibu dianggap sebuah beban, bukan sebagai bentuk kemuliaan. 
Akibatnya, ibu menjadi tak bahagia dan kerap membandingkan dirinya dengan kehidupan orang lain. 

Ibu merasa tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Ibu merasa aktivitasnya terbatas dan tak bisa aktif seperti dulu lagi. Lalu, apakah benar demikian? Apakah benar seorang ibu akan kehilangan kebebasan berekspresi? Apakah benar anak-anak menjadi penghalang para ibu untuk berkontribusi?

Saya akan mencoba menggolongkan dua perjalanan Ibu. Dua  jalan ini mungkin akan berbeda dalam beberapa hal, tapi sebenarnya tetap memiliki cita-cita yang sama, yaitu menjadi sebaik-baik ummahat yang bisa berkontribusi kepada umat. Dua jalan yang mungkin terlihat berbeda, tapi sebenarnya tak perlu dipertentangkan. Mari kita lanjutkan, dua peran seperti apa yang saya maksudkan.

1. Ibu dengan Jeda Waktu


Saya teringat dengan pertemuan saya dengan seorang ibu luar biasa. Beliau bernama Ibu Ir. Munasri Hadini, M. Sc. Beliau sendiri memiliki enam orang anak yang saat ini sudah besar-besar. Ada yang menjadi penghafal Quran dan ada yang kuliah di luar negeri. Anak-anaknya berprestasi secara akademik dan insya Allah juga baik secara ruhiyah. 

Saya berkesempatan untuk datang mendengarkan kisah beliau di rumahnya. Beliau mengatakan, jika memang seorang ibu belum bisa menggapai impian dan cita-citanya karena alasan anak-anak yang masih kecil, maka itu tak mengapa. Bersabarlah dan ikhlaslah. 

Beliau berkaca dari pengalamannya sendiri, ketika ikhlas berdedikasi mendidik anak, ternyata secara tak disangka Allah memberikan jalan baginya untuk menggapai mimpi-mimpinya yang tertunda. Entah bagaimana jalannya, beliau ternyata diberikan kemudahan untuk melanjutkan S2 ke Belanda dengan beasiswa. 

Beliau lalu aktif berorganisasi dan membentuk majelis talim sendiri. Bahkan di usianya yang ke-57 tahun, beliau masih aktif menjadi pengurus dari sekolah yang ia bentuk bersama teman-temannya di Tangerang Selatan. 

Saya belajar dari beliau bahwa ketika kita ikhlas dalam menjalani peran utama kita, maka Allah akan memberikan peluang dan kesempatan terbaik sebagai balasan. 
Bersabar dan ikhlaslah dalam menjalani peran kita saat ini. Terutama jika memang kita masih harus mengasuh anak-anak yang masih kecil atau mungkin karena suami yang belum meridhoi. 

Mintalah kepada Allah ta'ala agar kita diberikan kemudahan dan diberikan waktu yang tepat untuk mengejar cita-cita yang tertunda. Yakinlah, semua akan diberikan waktu terbaiknya insya Allah. 

2. Ibu yang Bergerak Seiring Waktu

 
Saya mengenal sosok Dewi Nur Aisyah, SKM, MSc, PhD, DIC ketika kuliah di Universitas Indonesia. Sosok yang memang terkenal aktif dan inspiratif. Lihat saja betapa panjang deretan gelar di samping namanya, padahal ia masih berusia 35 tahun. 

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan hadir dalam sebuah webinar yang mengundang beliau. Dewina (begitu saya dahulu memanggilnya) merupakan seorang ibu dengan tiga anak. Anak yang ketiga bahkan usianya masih bayi dan lahir pada saat pandemi.

Di sela-sela kesibukannya mengerjakan peran domestik sebagai seorang isteri dan ibu, ia juga menjalani peran sebagai seorang epidemiolog yang sangat berperan ketika pandemi corona mulai terjadi. Beliau masuk kedalam gugus inti dalam Satgas Covid-19 dan harus berkali-kali bekerja keluar di saat corona merajalela. Kalau dipikir-pikir, bagaimana mungkin ia bisa kuat menjalani peran besar itu sementara ia juga punya amanah sebagai seorang ibu? 

Dewina lalu mengatakan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan harus diniatkan karena Allah. Ketika segala sesuatu diniatkan kepada Allah, maka Allah akan memberikan kekuatan dan kemudahan dalam menjalani peran-peran itu, bahkan tanpa kita duga.

Selain itu, penting juga untuk bekerja sama dan mendapatkan ridho dari suami. Dukungan dari suami tentu akan memudahkan isteri dalam menjalani perannya di sektor publik.

Beliau pun berkata jangan ada kecemburuan diantara sesama perempuan. Ingatlah bahwa peran utama muslimah itu ada tiga, menjadi muslimah yang sholihah (Mar’ahtusholihah), isteri yang taat (Zaujatul muti’ah) dan Ibu yang mendidik (Ummul Madrasah). 

Itulah tiga peran yang harus diutamakan. Kalaupun ada ibu-ibu yang harus bekerja di luar, maka itu hanyalah peran tambahan. Tak perlu diperdebatkan ataupun diperbandingkan, karena pada dasarnya semua tetap memiliki peranan  penting.

 Jadi, silakan untuk para Ibu, pilihlah jalanmu. Bagi yang masih harus menunda mimpi dan ambisi karena belum mendapat ridho suami atau karena kondisi, tetaplah yakin kepada takdir Allah. Cobalah untuk melihatnya lewat kacamata keimanan.

 Bukankah Allah akan menghapus dosa-dosa para ibu yang berlelah-lelah mengurus anaknya? Berapa banyak pahala yang kita tuai hanya dengan menyisiri rambut anak-anak kita? Berapa banyak amal jariyah yang kita peroleh saat kita mengajari mereka sholat dan mengaji? Ladang pahala kita memang ada di rumah. Jalani saja hari ini dan biarkan Allah yang tentukan akhirnya.

Untuk para ibu yang berjuang di sektor publik, semoga Allah mudahkan segala urusan dan diberikan keberkahan dalam setiap aktivitas. Pada dasarnya dunia ini memang butuh peran perempuan. Apa jadinya jika tak ada dokter, guru, perawat, bidan ataupun cendekiawan perempuan? Dunia akan kebingungan.

Sebagai perempuan kita bisa memilih ingin menjadi apapun yang kita inginkan. Entah ingin menjadi pengusaha sukses seperti Khadijah r.a, atau seorang pemikir cerdas seperti Aisyah r.a ataupun seorang perempuan qana’ah dengan aktivitas rumahnya seperti Fatimah r.a. 

Yang penting tujuan akhir kita adalah ingin sama-sama menjadi penghuni surga. 
Semoga kita semua bisa berdedikasi pada peran-peran yang kita jalani. Stop baper, yakinlah bahwa kita sedang beribadah dan berkontribusi dengan cara kita masing-masing. Jangan lupa bersyukur atas segala nikmat yang Allah ta’ala berikan dan didiklah anak-anak menjadi generasi gemilang, karena itulah perspektif yang seharusnya dibangun oleh semua perempuan.

24 komentar untuk "Ibu Multiperan tanpa Harus Baperan"

  1. Comment Author Avatar
    Terimakasih telah mengingatkan. Menjadi seorang Ibu tidaklah mudah. Apresiasi dan doa sebanyak-banyak untuk para ibu yang tengah berjuang untuk anaknya.
    1. Comment Author Avatar
      Sama-sama. Terimakasih sudah berkunjung
  2. Comment Author Avatar
    Lagi fase jadi ibu baru yang masih brlajar bagi waktu, tapi dari tulisan ini setidaknya aku jadi terinspirasi untuk beribadah sepanjang waktu dengan menjadi ibu. Terimakasih kakak. Mencerahkan sekali infonya
    1. Comment Author Avatar
      Sama-sama. Semangat selalu untuk para ibu.
  3. Comment Author Avatar
    Betul banget, kadang perempuan suka lebih sibuk menghakimi perempuan lainnya, jadi polemik yang berkepanjangan yang sebetulnya ga perlu.Kalau soal ibadah seorangibu, sampai sekarang masih menjalani peran ganda. Insyaallah dengan keikhlasan semua akan terasa mudah. Terima kasih pengingatnya Kak
    1. Comment Author Avatar
      Sama-sama.. Menjadi ibu adalah ibadah sepanjang waktu.
  4. Comment Author Avatar
  5. Comment Author Avatar
    Semoga para ibu apapun profesinya, selalu dikuatkan dan dimudahkan dalam segala urusan. Aamiiinnn

    Aku kerap merasa sedih kalau dengar anak yang bilang, “Ibuku enggak kerja. Ibu CUMA seorang ibu rumah tangga.” Berapa perkataan itu mengandung bawang. Padahal ibu rumah tangga bekerja tiada henti dan tanpa gaji. Tetapi masih disepelekan. Sungguh miris 🥲🥲🥲😔
    1. Comment Author Avatar
      Ibu rumah tangga memang masih dipandang sebelah mata. Tak bisa dipungkiri. :(
  6. Comment Author Avatar
    Aaahhh bener banget ini mbak. Harusnya women support women, tapi malah justru perempuan sendiri yg saling menjatuhkan. Aku pernah nulis seperti ini juga ttg pilihan perempuan..kedua tokohnya menginspirasi bgt, jadi semakin yakin sama pilihan sekarang. Bismillah 🤗
    1. Comment Author Avatar
      Iya mbak.. Padahal tiap dari kita punya jalannya masing-masing. Tapi penyakit dr banyak manusia, adalah suka membandingkan hidupnya.
  7. Comment Author Avatar
    Menginspirasi sekali tulisannya kak. Setuju banget semua sama berdedikasi dengan perannya masing-masing
    1. Comment Author Avatar
      Alhamdulillah.. Terima kasih juga karena sudah berkunjung ya.
  8. Comment Author Avatar
    Bagus banget tulisannya kak, contoh-contohnya inspiratif
    1. Comment Author Avatar
      Alhamdulillah.. Terimakasih ❤️
  9. Comment Author Avatar
    Menginspirasi banget kak. Ibu benar-benar pahlawan yang sesungguhnya. Terima kasih kak.
    1. Comment Author Avatar
      Sama-sama. Terimakasih juga krn sudah meninggalkan jejak.. Hehe
  10. Comment Author Avatar
    dulu saya amat baperan ketika awal-awal jadi ibu, kemudian lama-lama saya pernah membaca juga terkait apa yang dirasakan ibu akan diketahui oleh anak, dirasakan oleh anak sehingga saya melatih diri saya agar lebih tenang lagi apalagi saat bekerja, saya menyerahkan semua pada Allah melalui orang yang saya percaya.
    1. Comment Author Avatar
      Tetap semangat ya. Pasti tidak mudah.. Tapi insya Allah semua bisa terlewati dengan bantuan dariNya
    2. Comment Author Avatar
      Tetap semangat ya. Pasti tidak mudah.. Tapi insya Allah semua bisa terlewati dengan bantuan dariNya
  11. Comment Author Avatar
    Aku sebagai muslimah yang masih single, merasa terbantu banget sama artikel ini. Berasa dikasi panduan gitu. Oh, rupanya nanti kalo jadi seorang istri dan ibu akan seperti itu. Bisa makin siap-siap dulu dari sekarang ~
    1. Comment Author Avatar
      Semangat selalu. Mumpung belum nikah bekali diri dg pengetahuan dan kegiatan positif yang kelak bisa menunjang peranmu

Silahkan sampaikan pendapatmu. Mari kita berdiskusi :)