Mari Berbicara tentang Kesehatan Mental (Bagian 2)

pexels.com /Monstera 


Sebelumnya kita sudah membahas penyimpangan dalam penyesuaian diri, yang menyebabkan munculnya self defense mechanism. Orang yang melakukan pertahanan diri biasanya dia akan bersikap seolah-olah tidak mengalami kegagalan. ia juga akan berusaha menutupi kegagalan atau menutupi kelemahan dirinya sendiri dengan cara-cara atau alasan tertentu. 

Bentuk reaksinya antara lain :
1. Kompensasi : menutupi kelemahan dalam satu hal dengan cara mencari kepuasan dalam bidang lain. 
2. Sublimasi : menutupi atau mengganti kelemahan atau kegagalan dengan cara atau kegiatan yang mendapatkan pengakuan (sesuai dengan nilai-nilai) masyarakat. 
3. Proyeksi : melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain. 

Lalu kenapa seseorang bisa sampai melakukan self defense mechanism?
Ada beberapa latar belakang kenapa seseorang melakukan self defense mechanism. Mungkin kita bisa sambil introspeksi diri juga ya , kira-kira kita pernah gak melakukan hal ini?

1. Adanya perasan rendah diri (inferiority) 

Yaitu perasaan atau sikap yang umumnya tidak disadari yang berasal dari kekurangan diri baik nyata maupun maya. Gejala-gejala dari sikap ini adalah :
- peka (merasa tidak senang) atas kritikan orang lain. 
- sangat senang atas pujian atau penghargaan. 
- senang mengkritik atau mencela orang lain. 
- kurang senang untuk berkompetisi. 
- cenderung senang menyendiri, pemalu dan penakut. 

Perasaan rendah diri ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : kondisi fisik (cacat, lemah, dll), psikologis (kecerdasan dibawah rata-rata, konsep diri negatif), dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif (keluarga tidak harmonis, miskin, dll) 

2. Perasaan tidak mampu (the sense of inadequacy) 

Yaitu ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi Tuntutan-tuntutan dari lingkungan, misalnya seorang ibu rumah tangga yang merasa tidak mampu mengurus keluarga. 

3. Adanya perasaan gagal (the sense of failure) 

Perasaan ini juga berkaitan dengan inadequacy, karena jika dia sudah merasa tidak mampu, maka akan cenderung mengalami kegagalan. 

4. Adanya perasaan bersalah (the sense of guilt) 
Perasaan ini muncul setelah seseorang melakukan pelanggaran terhadap moral atau agama. 

Nah, setelah membahas latar belakang yang membuat seseorang melakukan self defense mechanism, Aku akan coba membahas bentuk dari pertahanan diri. Tidak semuanya akan kubahas, kalau kamu tertarik mempelajari lebih dalam, silakan  baca bukunya yaa karena disana akan dibahas lebih lengkap. 

Jadi, bentuk pertahanan diri seseorang salah satunya adalah kompensasi. Apa sih yang dimaksud dengan kompensasi? Yaitu usaha-usaha psikis yang biasanya tidak disadari untuk menutupi keterbatasan dan kelemahan diri dengan cara mengembangkan respons-respons yang dapat mengurangi ketegangan dan frustrasi sehingga dapat meningkatkan penyesuaian individu

Wujud dari kompensasi misalnya overreaction (reaksi yang berlebihan), identifikasi (misalnya ada orang tua yang senang membicarakan prestasi anaknya kepada orang lain, untuk menutupi kelemahannya pada hal tersebut), bermain dan berfantasi.


Hati-hati, Gangguan Mental Bisa Berpengaruh pada Fisik 


Psikosomatik adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan psikis. Contohnya saja, orang yang terkena hipertensi biasanya juga disebabkan oleh adanya gangguan emosional, adanya kekhawatiran dan kecemasan kronik. 

Menurut Dadang Hawari (2009,dalam Yusuf LN) menyatakan bahwa faktor-faktor psikologis yang bersifat negatif (misalnya stress, cemas, depresi) secara umum dapat mengakibatkan kekebalan tubuh menurun. Akibatnya tubuh mudah terserang  penyakit, bahkan sel-sel tubuh bisa diserang secara radikal (misalnya kanker). 

Dalam hal ini aku jadi teringat seorang ibu yang satu komunitas denganku. Beliau dikenal punya gaya hidup yang sehat. Namun semenjak pindah tempat tinggal, beliau jadi berubah karena merasa tidak nyaman dengan tempat tinggal yang baru dan beliau ternyata mengalami home sick  berat.
 
Beliau jadi murung dan tidak seperti dirinya yang biasa. Setelah sekian lama, beliau ternyata didiagnosis menderita kanker dan akhirnya tahun kemarin beliau meninggal dunia meninggalkan suami dan keempat anaknya. 

Namun sebelum meninggal, dalam kondisi sakit beliau masih sempat sharing dan memberikan pesan, agar para ibu jangan seperti dirinya. Para ibu harus bahagia dan senantiasa menerima ketentuan Allah. 

Beliau juga mengatakan bahwa emosi negatif ( rasa sedih berkepanjangan, rasa tak ikhlas dengan kondisi yang ada)  ternyata memang membuat tubuhnya jadi lebih lemah dan mengakibatkan dirinya mudah terserang penyakit. Oleh karena itu, penting untuk kita menjaga mental kita untuk bahagia. Bukan hanya untuk orang lain tapi juga demi kebaikan diri kita sendiri. 

Hal ini sejalan dengan pernyataan di buku yang kubaca, bahwa jika kondisi psikologis kita positif (bebas dari stress, cemas, depresi) maka hal itu dapat meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga seseorang jadi tidak mudah sakit atau bahkan bisa mempercepat penyembuhan. Nanti ini juga akan berkaitan dengan pentingnya nilai religius (seperti dampak berdzikir dan beribadah kepada Allah) bagi kesehatan mental seseorang . 

Nanti di bagian itu akan coba kurangkum dalam artikel selanjutnya insya Allah. Pasti pada penasaran kan bagaimana caranya agar kita bisa terhindar dari gangguan mental? Jangan lupa nantikan tulisan selanjutnya ya.

Sumber :
Yusuf LN, Syamsu. (2018). Kesehatan Mental, Perspektif Psikologi dan Agama. PT. Remaja Rosdakarya. 

2 komentar untuk "Mari Berbicara tentang Kesehatan Mental (Bagian 2) "

  1. Comment Author Avatar
    Baca ini jadi sedih. Merada betul kalau kondisi mental masih belum sepenuhnya sehat :'(

    Mau baca lanjutannya soal solusi-solusinya
    1. Comment Author Avatar
      Semangat selalu mbak Ilma.. 🖤

Silahkan sampaikan pendapatmu. Mari kita berdiskusi :)