Aku, Perempuan... (Sebuah Cerpen)

pexels.com

"Kenapa kau risih ketika kusebut kau wanita yang cantik? Apakah kau tak suka pujian dariku?" lelaki itu menatap lekat. 

"Kau mau tahu alasannya? Baiklah akan kuberitahu. Salah satu alasannya karena aku tak suka dipanggil wanita," ujarnya. 

Kening lelaki itu mengernyit. Tak mengerti maksudnya. 

"Kau tau apa itu wanita? Asalnya dari wan. Artinya nafsu. Itu bahasa sansekerta. Wani ditata, bahasa Jawanya. Artinya Penurut. Suka diatur. Itulah kenapa aku benci dengan panggilan itu. Aku lebih suka dipanggil perempuan. Perempuan itu empu, artinya dihargai. Sebuah gelar kehormatan," ujar perempuan itu sambil menghirup kopinya. 
ㅤㅤㅤ
"Ah, itu hanya perkara bahasa. Kupikir tak ada maksud menyinggung wanit.. Eh maksudku perempuan. Kenapa perihal itu saja kamu begitu sensitif?" ujar lelaki itu. 
ㅤㅤㅤ
"Bagiku itu perkara penting. Sejak dulu aku melihat ketidakadilan pada perempuan. Di tempatku perempuan pontang-panting mengurus rumah dan mencari uang. Laki-lakinya hanya sibuk dengan diri mereka sendiri. Mereka juga selalu minta dilayani. Sungguh tak tahu diri," perempuan itu bicara dengan penuh dendam. 
ㅤㅤㅤ
"Kau hanya menggeneralisir. Tidak semua lelaki begitu. Aku tahu kau benci pada ayahmu. Tapi banyak ayah-ayah lain yg menyayangi keluarganya. Kau belajar agama dulu. Dalam islam perempuan itu dimuliakan," ujar lelaki tersebut.
ㅤㅤㅤ
"Hah, tapi dalam Alquran perempuan itu disebut Annisa. Kau tau apa artinya? Nisa artinya lemah akal, jinak, penghibur. Bahkan dalam agama pun kami dianggap inferior. Berlawanan dengan laki-laki yg dipanggil dzakar. Kuat, keras, cerdas. Sifat yg superior," perempuan itu menjawab. 
ㅤㅤ
"Bahasa Arab itu punya banyak arti. Jangan sembarangan berpendapat. Toh Annisa itu juga berarti lemah lembut? Itu kan sesuatu yg baik?" Jawab lelaki itu. 
ㅤㅤ
"Lemah lembut? Justru bagiku itu adalah sifat lemah seorang perempuan," perempuan itu balas menjawab. 
ㅤㅤ
"Kamu salah. Seorang lelaki mungkin didominasi oleh sifat kuat, keras, tegas. Tapi dia bisa kalah dengan kelembutan hati perempuan. Seorang lelaki sejati tidak akan tega membuat perempuannya menangis. Kelemahlembutan perempuan justru adalah kekuatan," lelaki itu bersikukuh.
"Omong kosong..," sang perempuan masih tak terima. 
"Sebuah batu bisa hancur terkena tetesan air terus-menerus. Kerasnya hati manusia hanya bisa dihancurkan dengan kelembutan. Kelembutan hati adalah sebuah kekuatan. Dan perempuan memiliki kekuatan itu," lelaki itu kembali melanjutkan. 

Sang perempuan hanya diam. Ia ingin menyela. Tapi sudah tak berselera.

"Oh iya, kau bilang tadi kau tak suka pujianku karena salah satunya karena kau kupanggil wanita. Berarti ada alasan lainkah selain itu hingga kau tak suka?" tanya lelaki itu. Perempuan itu mendengus. Ia lalu menatap laki-laki disampingnya itu lekat-lekat, sambil berucap,

"Sudah berapa perempuan yang kau puja-puji kecantikannya selain aku? Kau pikir aku tak tahu?" Mendengar itu wajah lelaki itu memerah. Tampak ia salah tingkah. 

Perempuan itu hanya tersenyum. Sinis. "Tak apa, aku tak terkejut. Kalian semua saja saja," ujarnya. Lelaki itu hanya terdiam. Tak lagi berucap sepatah katapun. 

Perempuan itu lalu mengambil secangkir kopi didepannya. Ia menghirupnya pelan-pelan. Ia baru tersadar, bahwa kopi itu ternyata sudah mulai mendingin. Dingin, sama seperti hatinya saat itu.

Posting Komentar untuk "Aku, Perempuan... (Sebuah Cerpen)"