Story of My Life : Seekor Ayam dan Sebuah Kenangan

pexels.com


"Gak mau! Ayamnya gak boleh disembelih," ujarku saat itu. Bapakku hanya diam. 

"Tapi ayam itu kan memang kita pelihara untuk dimakan," ujar kakakku. 

"Iya, tapi aku gak mau ayamnya disembelih!" ujarku bersikeras. 

Kakakku tak membalas. Ia hanya berlalu meninggalkanku. Ia tampak tak peduli dengan protesku. Entah seakan dia sudah terbiasa. 

Besok adalah puasa pertama. Memang biasanya di sahur hari pertama ibu akan menghidangkan makanan yang lebih istimewa. Contohnya makan gulai ayam buatan ibu, karena memang kami tak setiap hari makan ayam. 

Dari kejauhan kulihat ayamku sudah dikurung. Biasanya ia dibiarkan keluar bermain di luar. Aku pun merasa sedih. 

Siang itu kulihat bapakku sedang mengasah pisau. Seketika aku merasa jeri... Tak sanggup membayangkan apa yang terjadi kemudian. 
ㅤㅤㅤ
Aku langsung masuk ke kamar. Menutup telingaku dengan air mata berlinang. Kenapa harus selalu begini sih? Aku benci sekali! Aku menangis dan menutup wajahku dengan bantal. 

Aku tak mau mendengar teriakan itu. Aku tak mau menyaksikan peristiwa itu. Aku tenggelam dalam kekecewaan yg dalam. Namun aku pun tak bisa berbuat apa-apa. 
ㅤㅤㅤㅤ
****
ㅤㅤㅤㅤ
"Wen, bangun. Katanya mau ikutan sahur. Hari ini jadi mau puasa, kan?" Terdengar suara ibu lamat-lamat ditelingaku. 
ㅤㅤㅤㅤ
Aku menggeliat. Masih amat mengantuk. Tapi aku pun tak mau kehilangan momen puasa ini. Aku paksaan diriku bangun. Aku keluar kamar dan menyaksikan masakan sudah tersedia. 
ㅤㅤㅤㅤ
Baunya sungguh enak. Ibuku memang rajin dan pandai memasak. Setelah mencuci muka sekedarnya, aku duduk di tikar bersama keluargaku yang lain. 

Namun aku tiba-tiba tercenung. Kusaksikan potongan-potongan daging dalam kuah gulai yang dimasak ibuku untuk sahur. 
ㅤㅤㅤㅤ
Seketika rasanya aku ingin menangis, tapi rasa kantukku meredam semua. Kenapa selalu ada pengorbanan setiap bulan puasa? Kenapa? Ujarku dalam hati. Ada rasa tak terima. Teringat kembali tahun lalu aku merasa kesedihan yang sama. Salah satu ayam peliharaanku juga disembelih untuk sahur hari pertama. 
ㅤㅤㅤㅤ
"Wen, ayo makan. Ntar keburu imsyak," suara ibuku tiba-tiba memecah lamunanku. Aku masih diam. 

"Ayo, makan yang banyak. Biar nanti nggak terlalu lapar. Kan ini hari pertama puasa," ujar ibuku mengingatkan. 
ㅤㅤㅤㅤ
Dengan malas kuambil sepotong daging itu. Teringat kembali kenanganku bersamanya. Suara lantangnya di pagi hari. Reaksi sumringahnya setiap kali aku datang membawa makanan kesukaannya. 
ㅤㅤㅤㅤ
"Ayo Wen. Makan," suara rendah bapakku terdengar mengejutkan lamunanku. Mungkin beliau menyadari keenggananku kala itu. 
ㅤㅤㅤㅤ
Ah.. Bagaimana mungkin aku tega memakannya?! Aku seketika gelisah. 

Kulihat ayah dan ibuku menatapku yang sedari tadi belum makan. Akhirnya mau tak mau kusuap juga akhirnya satu sendok itu kemulutku.  Sambil menatap nanar potongan daging tak bernyawa itu. Aku hanya bisa berujar dalam hati, "Maafkan aku."
ㅤㅤㅤㅤ
Kukunyah-kunyah daging ayam itu. Pelan-pelan dan akhirnya langsung kutelan. 

Ah.. Enak. Kusuap lagi daging itu. Duh, betapa nikmatnya. Aku terlena dengan masakan ibu. 

Tak kusangka sepiring nasi itu sudah lenyap tanpa sisa. Hanya tersisa tulang belulang ayam diatasnya. 

Suara sendawa tiba-tiba terdengar. Perutku terasa kenyang. Sayup-sayup terdengar suara mengaji dari sebuah masjid, menandakan sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang. Aku mengelus perutku kala itu. Seketika aku lupa, bahwa aku baru saja kekenyangan karena memakan daging ayam peliharaan, yang telah kutangisi sejak tadi siang.

Posting Komentar untuk "Story of My Life : Seekor Ayam dan Sebuah Kenangan"