Tentang Masa Lalu

Gambar : pixabay.com

"Seandainya waktu bisa diulang. Aku ingin kembali ke masa lalu," perempuan itu berucap.

"Seperti alat doraemon? Kau ingin punya mesin waktu? Kalau ada yang jual, aku pun juga mau," sahabatnya tergelak mendengar ucapan tak masuk akal itu.

"Iya… Seandainya ada mesin waktu..," perempuan itu tak menggubris gelak tawa sahabatnya. Ia masih saja menatap keluar jendela. Seakan ada yang dipikirkannya. 

"Dari tadi ucapmu hanya seandainya, seandainya. Tak baik banyak berandai-andai. Lagipula apa yang ingin kau ubah dari masa lalu?" tanya sahabatnya tampak mulai penasaran. 

"Aku hanya ingin menjadi anak penurut. Itu saja," ujar perempuan itu dengan pandangan mata sendu.

"Penurut? Maksudmu?" sahabatnya masih tak mengerti.

"Dulu aku keras kepala. Merasa diri paling benar. Bebal. Egoku begitu besar. Dan sekarang aku sadar, seandainya aku lebih mau menerima pendapat orang yang kusayangi, seandainya aku tidak merasa paling benar. Mungkin hidupku sekarang akan jadi lebih bahagia, lebih tenang," mata perempuan itu nampak sayu. Seakan beban hidupnya begitu berat.

"Hei..  Kita pasti pernah berbuat salah. Itu bagian dari proses kehidupan. Tak perlu menyalahkan diri sendiri. Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan," ujar sahabatnya. Perempuan didepannya menggeleng. 

"Tapi kesalahanku terlalu banyak," suaranya terdengar lirih. 

"Kau jangan menyerah. Bukankah sekarang kau sedang berjuang? Berjuang demi masa depan. Menurutmu apa yang bisa kau lakukan sekarang, agar kelak 10 tahun lagi tidak ada penyesalan berulang? Apa yang harus kau lakukan?" tanyanya. 

Perempuan itu hanya terdiam. Lalu ia pun berkata,

"Tapi semua sudah terlambat. Orang-orang yang kusayangi, beberapa diantaranya sudah pergi. Aku sudah mengecewakan mereka," ujar perempuan itu dengan bulir air mata yang tampak mulai jatuh. 

"Yang pergi mungkin tak bisa kembali. Tapi kau tetap bisa membuat mereka yang ada hari ini merasa bangga dengan apa yang bisa kau lakukan. Kau masih punya waktu. Jangan mau kalah lagi dengan waktu. Buktikan kalau kau mampu. Semua orang pasti pernah berbuat kesalahan. Tapi semua orang tetap punya kesempatan untuk menjadi lebih baik," jawab sahabatnya menenangkan. 

"Entahlah. Rasa bersalah itu selalu menghinggapiku. Sampai-sampai aku tak bisa fokus dengan hari ini," ujarnya. 

"Tak baik dibayang-bayangi masa lalu. Ingatlah, masa depan itu memang sengaja disembunyikan. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Justru Tuhan menutupi masa depan, agar kita bisa mengambil hikmah dari setiap kegagalan dan kesalahan dalam setiap proses kehidupan, " ujar sahabatnya menguatkan. 

"Tapi semua terlanjur tak menyukaiku," ujar perempuan itu. 

"Hei.. Tak ada yang berhak menghakimimu. Apalagi jika kamu memang ingin berubah menjadi lebih baik. Hanya Tuhan yang berhak menjadi hakimnya. Bahkan Tuhan saja mau memaafkan jika kita mau bertaubat. Tidak ada kata terlambat untuk jadi lebih baik. Kau paham, kan?" Sahabatnya masih terus menguatkan. 

Perempuan itu terdiam sejenak. Lalu menatap sahabatnya dan berkata, 

"Terima kasih ya. Terima kasih karena kau masih terus percaya padaku. Terima kasih karena kau terus menemaniku di saat aku jatuh. Terima kasih telah menguatkanku," ujar perempuan itu. Pelan-pelan ada senyum yang mulai terukir di bibirnya. 

Sahabat perempuan itu hanya mengangguk sejenak. Ia membalas senyuman itu dengan senyuman termanis.

"Aku pergi dulu ya. Sekarang aku merasa lebih baik. Nanti malam aku akan kembali lagi kesini untuk berbincang," perempuan itu menatap sahabatnya. Ia tersenyum penuh makna. Ia rapihkan penampilannya. Berusaha menata kembali emosinya. 

Perempuan itu pun beringsut pergi. Ia lalu mengambil tasnya. Ia meninggalkan sahabat lamanya, sebuah cermin tua yang terus memandangi perempuan itu dengan bisu. 

Posting Komentar untuk "Tentang Masa Lalu"